Jaminan Kesehatan dan Keselamatan

kontribusi arie rompas
Nelayan Kubu Raya (kontribusi arie rompas)

Apapun dilakukan dan dikerjakan setiap orang, pasti kesejahteraan yang jadi tujuan. Kesehatan dan keselamatan kerja dan di rumah, dua dari sekian banyak wujud kesejahteraan. Tak ada orang yang rela bekerja siang malam, memeras keringat, dan membiarkan kesehatan dan keselamatannya terancam. Mungkin ada, tapi pastilah dalam kondisi yang sangat terpaksa. Tak ada pilihan lain. Beda dengan ayng memagn berprofesi, dekat dengan maut. Pawang ular berbisa atau pegulat profesional misalnya. Pekerjaan inipun digeluti dengan standar keselamatan yang sangat ketat.

Lanjutkan membaca “Jaminan Kesehatan dan Keselamatan”

Keluarga, Pangan dan Gizi

Sebagian besar masyarakat Indonesia dipedesaan di sebut dan digolongkan keluarga miskin. Anak anak balita dan usia sekolah digolongkan gizi buruk hanya karrena berat badannya kurang. Ya, bisa saja sih memang gizi buruk. Tapi tak sedikit anak dalam masa pertunbuhan yang kurang berselera makan. Akibatnya terlihat kurus dari seharusnya.

Lanjutkan membaca “Keluarga, Pangan dan Gizi”

Mangrove

Sumber penghidupan nelayan, pastilah dari ikan. baik ikan tangkapan ataupun hasil budidaya. Nelayan berproduksi baik disungai, danau, laut dan dari kolam atau tambak budidaya.

Nelayan pesisir berproduksi di laut, tambak atau dari hutan pesisir. Hutan mangrove yang tumbuh subur di pesisir menjadi ladang produksi. Beragam ikan, udang, kepah, dan kepiting. Selain juga buah dan kayu. Produk lain yang potensial namun belum tergali, adalah nira kelapa dan nipah.

Dihari nelayan ini, nelayan masih mengeluhkan minimnya alat produksi panen ikan dilaut lepas. Larangan panen ikan atau kepiting dengan ukruan tertentu, padahal potensi dari hutan mangrove yang relatif dekat dengan pemukiman nelayan tak kalah besar dan menggiurkan.

Mulai dari potensi kepah, kepiting, beragam ikan, kayu obat obatan dan bahan bakar (biodisel atau biofuel). Hutan mangrove sementinya menjadi lahan produksi nelayan Indonesia untuk jadi sejahtera.

Selamat hari nelayan.

20160204_181015 20160301_151628

renjong

Hari Hutan Sedunia

Dalam diskusi hangat bersama rekan rekan pemuda adat di sebuah desa, tanpa terasa arah obrolan malam ketika itu mengarah pada pertanyaan klasik.
” Mengapa tempat kami di sebut kawaaan hutan. !. “.

Pertanyaan bernada protes ini, cukup aering terucap dan terdengar. Tetapi, kenapa tidak ada ucapan terima kasih, kerika kaqasan hutan di lepas menjadi non hutan.

Dalam istilah tataruang saat ini, kawasan hutan terbagi dalam dua kelompok. Kawasan konservasi dan kaqasan budidaya kehutanan. Nah.. kalau demikian, sebenarnya kita masih memungkinkan melakukan aktifitaa budidaya di dalam kaqasan hutan. Komoditasnya, tetap harus komoditas kehutanan. Karena sudah dialokasikan kawasan budidaya perkebunan.

Yamg harus kita perhatikan dan sewajarnyalah pemerintah menginformasikan hal ini kepada masyarakat. Soal tataruang. Terutama untuk mencegah kesalahan cara kelola. Ibaratkan tatakelola rumah, anak dan penghuni nya perlu mengetahui dan memahami fungsi dari masing masing ruang dalam rumah. Hal sama juga berlaku dalam tatakelola ruang desa, kecamatan, kabupaten ataupun negara.
Dihari hutan internasional (20 Maret) , pertanyaan ini masih ada dan selalu muncul. Seharusnya, budidaya kehutanan dikenal dan diminati masyarakat. Dan budidaya kehutanan bukan hanya dari menebang kayu. Hasil hutan bukan kayu juga sangat menjanjikan. Hanya saja perlu promosi, pendidikan publik dan dukungan konsumen.

Mari tanam hutan, dan gapai kesejahteraan dan kualitas lingkungan yamg lebih baik.

image

Kebun Kayu

Ketika menyebutkan kebun, maka pikiran kita mau tidak mau terarah pada sebidang kecil tanah, yang ditanami berbagai tanaman hortikultura atau tanaman buah. Agak sulit kita membayangkan sebuah kebun adalah kebun kayu. Karena pikiran pasti juga akan mengarah kalau kebun ditumbuhi kayu, maka itu kebun tak terurus.

Padahal, sesungguhnya masyarakat kita terbiasa membangun kebun kayu keluarga. Namun memang produk yang dipanen adalah buka kayu. Salah satu contohnya kebun karet. Di Sumatera, masyarakat terbiasa membudidayakan dan memproduksi kayu manis, yang hasil utama adalah kulit kayu manis, yang memang bernilai ekonomi tinggi. Akhir akhir ini, kayu limbah hasil panen kulit kayu manis mulai dilirik dan memiliki nilai ekonomi yang lumayan tinggi.

Lanjutkan membaca “Kebun Kayu”

Keluarga dan Hutan

Masyarakat adat selalu memiliki hubungan dan keperluan terhadap hutan, tanah dan budaya. Dalam banyak penelitian, dokumentasi ataupun tulisan. Baik tulisan akademisi, aktifis maupun jurnalis, bahkan publikasi swata pemegang konsesi (kebun, pertambangan ataupun kehutanan), selalu disebutkan masyarakat adat memiliki hubungan dan kebutuhan yang sangat kuat dengan hutan dan tanah. Yang diikat dalam hubungan sosial dan lingkungan hidupnya.

Dalam publikasi yang diterbitkan Program Pemberdayaan Sistem Hutan Kerakyatan – Pancur Kasih, Hutan adalah ibu dan sungai adalah darah. Sedangkan masyarakat adat kabupaten Ketapang sangat akrab dengan slogan, hutan ba jalu, sungai ba ikan. Kalimat kalimat ini selalu disebutkan dalam berbagai kegiatan. Baik kegiaan keagamaan, kampanye politik atau kisah kisah dongen pengantar tidur. Semua menunjukan bahwa masyarakat adat, keluarga keluarga adat memiliki hubungan dan keterikatan dengan alam. Alam sekitar tempat hidup dan asal usulnya.

Lanjutkan membaca “Keluarga dan Hutan”

Negara Agraris Pengimport Pangan

Waktu terus brelalu dan dalam beberapa jam lag, tahun akan berganti. Banyak harapan akan perubahan di tahun yang akan datang dengan berkaca pada pencapaian ataupun kegagalan di tahun, dan tahun tahun sebelumnya. Kedaulatan pangan salah satunya. Sungguh miris bila kita menyaksikan beberapa kali tayangan berita seputar Nusantara. Bencana kelaparan terjadi. Orang orang miskin terpaksa makan nasi sisa, itupun kalau ada. Bahkan banyak kasus anak anak sebagai kelmpok paling lemah, harus menahan lapar dan hanya mampu meneteskan air mata.

Indonesia yang dikenal dan menyebut diri sebagai negara agrasi, pelan tapi pasti mulai tinggalkan sebutan Negara Agraris yang sepertinya tak terlalu “keren” dan mulai menggeser diri menjadi negara Industrialis. Dengan resiko membabat dan mengganti lahan lahan subur pertanian menjadi kawasan industri yang tak cukup ramah dengan dunia pertanian.

Setiap tahun Indonesia tidak lepas mengimpor produk pangan dari negara lain. Menteri Pertanian Suswono menyebut ada 3 masalah utama yang membuat Indonesia masih mengimpor produk pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.

“Untuk mencapai stabilitas pangan tidaklah mudah. Harus ada kerja keras karena kita masih dihadapi berbagai persoalan seperti keterbatasan lahan, adanya organisme penyakit tanaman atau OPT, dan perubahan iklim. Khususnya perubahan iklim, ini yang menyebabkan di mana pemenuhan kebutuhan tidak mencukupi untuk waktu-waktu tertentu, dan impor adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan nasional,” kata Suswono di acara Peluncuran Single Sign On (SSO) Karantina dan Layanan Elektronik (E Service) Perizinan Terintegrasi Dalam Kerangka INSW di Hotel Borobuddur, Jakarta, Senin (18/11/2013).

Namun begitu, impor pangan Indonesia menurun setiap tahun. Suswono menyebut, data statistik impor produk pangan menurun selama 2 tahun terakhir. Di periode yang sama, ekspor produk pertanian Indonesia malah meningkat.

“Data statistik dalam 2 tahun terakhir menyebut volume ekspor produk pertanian Indonesia di tahun 2011 sebesar 30 juta ton dan di tahun 2012 sebesar 31 juta ton, atau meningkat 1,3%. Sedangkan untuk impor produk pangan tercatat di tahun 2011 sebesar 23 juta dan di tahun 2012 sebesar 19 juta atau turun 12%. Tetapi volume perdagangan pertanian memang tinggi dan meningkat,” katanya.

Pangan yang menjadi kebutuhan harian umat manusia dan pastinya rakyat Indonesia tidak dipandang sebagai lahan industri yang menjanjikan. Dan kita sepertinya lebih bangga dan bergairah untuk membeli dan mengkonsumsi produk pangan dari luar. Dari dari salah satu media elektronik Indonesia menyebutkan bahwa 65% produk pangan Indonesia berasal dari Import. Beras, Kacang Kedelai dan gula, tiga bahan pangan yang masih selalu dan terus di import Indonesia.